Kecerdasan Spiritual Menurut Para Ahli
Kecerdasan Spiritual – Ketika
berbicara kecerdasan maka umumnya kita hanya akan terpaku pada kecerdasan IQ.
Namun sekarang masyarakat sudah mulai memahami dan menyadari adanya berbagai kecerdasan
lainya. Misalkan kecerdasan Emosional, kecerdasan Intelektual, kecerdasan
Musik, Kecerdasan Olahraga, dan yang lainya.
Ok kembali ke pembahasan, jadi
Apakah kecerdasan spiritual itu?. Menurut Munandir (2001 : 122) kecerdasan
spritual tersusun dalam dua kata yaitu “kecerdasan” dan “spiritual”. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya, terutama masalah yang menuntut kemampuan
fikiran. Berbagai batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli didasarkan
pada teorinya masing-masing. Selanjutnya Munandir menyebutkan bahwa Intelegence
dapat pula diartikan sebagai kemampuan yang berhubungan dengan
abstraksi-abstraksi, kemampuan mempelajari sesuatu, kemampuan menangani
situasi-situasi baru.
Sementara itu Mimi Doe & Marsha
Walch mengungkapkan bahwa spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri,
nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan
kita tentang kepercayaan mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar
dari pada kekuatan diri kita; Suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung
dengan Tuhan, atau apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita.
Spiritual juga berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral.
Secara etimologi arti dari dua kata
tersebut kerdasan spiritual dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
menghadapi dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan nilai, batin, dan
kejiwaan. Kecerdasan ini terutama berkaitan dengan abstraksi pada suatu hal di
luar kekuatan manusia yaitu kekuatan penggerak kehidupan dan semesta.
Menurut Tony Buzan kecerdasan
spiritual adalah yang berkaitan dengan menjadi bagian dari rancangan segala
sesuatu yang lebih besar, meliputi “melihat suatu gambaran secara menyeluruh”.
Sementara itu, kecerdasan spiritual menurut Stephen R. Covey adalah pusat
paling mendasar di antara kecerdasan yang lain, karena dia menjadi sumber
bimbingan bagi kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan
makna dan hubungan dengan yang tak terbatas.
Zohar dan Marshal mendefinisikan
kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan
hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai
bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dari pada yang lain.
Kecerdasan spiritual menurut Khalil A Khavari di definisikan sebagai fakultas
dimensi non-material kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang
belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan. Kita harus mengenali seperti
adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekat yang besar, menggunakannya
menuju kearifan, dan untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.
Nah dari beberapa pendapat para ahli
diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi kecerdasan spiritual yaitu
kemampuan manusia yang menjadikan ia dapat menyadari dan menentukan makna,
nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk
hidup, karena lahir kesadaran sebagai bagian dari keseluruhan. Sehingga membuat
manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh
kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.
3 Kecerdasan Spiritual IQ, EQ, dan SQ
1. Kecerdasan
Ada 3 ragam kecerdasan yang selama ini diperkenalkan, yaitu kecerdasan
intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).
IQ atau kecerdasan intelektual adalah suatu kecerdasan yang digunakan
untuk memecahkan masalah strategi maupun masalah logika, dan pengukuran IQ ini
diawali oleh Sir Francis Galton yang merupakan sepupu dari Charles Darwin.
Menurut Galton, kecerdasan itu merupakan hasil evolusi. Menurut Galton,
kecerdasan seseorang itu dipengaruhi oleh status sosial orang-orang yang
mempunyai status sosial yang lebih tinggi dianggap memiliki kecerdasan yang
lebih tinggi dibanding dengan orang yang berasal dari status sosial yang lebih
rendah, tetapi usaha yang dilakukan Galton ternyata gagal.
Pada tahun 1904, seorang ilmuwan Perancis Alfred Binet juga meneliti
tentang taraf kecerdasan manusia. Binet bersama Theodore Simon beranggapan
bahwa kecerdasan merupakan kemampuan memecahkan persoalan yang dipengaruhi oleh
usia seseorang dan usia mental.[1]
Kemudian pada tahun 199, Daniel Goleman menemukan istilah kecerdasan
emosional, yaitu suatu kecerdasan yang digunakan untuk menghadapi kesedihan dan
kegembiraan secara tepat yang memberi kita rasa empati, cinta dan motivasi. Dan
bukunya Daniel Goleman “Emotional Intelligence” diungkapkan ciri-ciri orang
yang mempunyai sifat atau kualitas pribadi, diantaranya:
a. Dapat memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi
b. Dapat mengendalikan impuls diri dan menunda pemuasan
c. Dapat mengatur dan memantau suasana hati serta menjaga agar kesulitan
tidak melemahkan kemampuan berfikir.
d. Memiliki ketrampilan empati dan mengharapkan kemampuan hal-hal yang
lebih baik.[2]
Menurut Goleman, kecerdasan emosional (EQ) merupakan prasyarat dasar
untuk menggunakan kecerdasan intelektual (IQ) secara efektif.
Akhir abad ke-20, serangkaian data ilmiah terbaru, menunjukkan adanya
kecerdasan jenis ketiga, yaitu kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan spiritual
ini dipopulerkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall. Menurut Danah Zohar dan Ian
Marshall, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan
makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku, dan hidup kita
dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang
lain. Kecerdasan spiritual adalah landasan untuk mengaktifkan IQ dan EQ secara
efektif.
2. Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Spiritual yang Berkembang
Seperti yang dikemukakan di atas, bahwa kecerdasan spiritual (SQ) adalah
kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna dan nilai dan ciri-ciri orang yang memiliki
kecerdasan spiritual (SQ) yang telah berkembang adalah sebagai berikut:[3]
a. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif)
b. Tingkat kesadaran yang tinggi
c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
d. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit
e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai
f. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu
g. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal
h. Kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa?” atau “bagaimana jika?”
untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar.[4]
i. Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai “bidang mandiri”
yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.
Seseorang yang mempunyai tingkat kecerdasan spiritual (SQ) tinggi
cenderung menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian, yaitu seseorang yang
bertanggungjawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih kepada orang lain
dan memberikan petunjuk penggunaannya. Dengan kata lain seseorang yang memberi
inspirasi kepada orang lain.
Tindakan atau langkah seseorang yang memiliki SQ yang tinggi adalah
langkah atau tindakan yang mereka ambil menyiratkan seperti apa dunia yang
mereka inginkan ini adalah perjalanan dari pengertian (awareness) menuju
kesadaran (consciousness).
Sogyal Rinpoche mengatakan dalam The Tibet an Book of Living and Dying,
“Spiritualitas sejati adalah menjadi sadar bahwa bila kita saling tergantung
dengan segala sesuatu dan semua orang lain, bahkan pikiran, kata dan tindakan
yang paling kecil dan tak penting memiliki konsekuensi nyata di seluruh alam
semesta”.
Semua individu SQ yang tahu mengapa mereka melakukan apa yang mereka
lakukan, selalu bertindak dari misi yang sama, untuk membawa tingkat-tingkat
baru kecerdasan dalam dunia.[5]
3. Manfaat dari Kecerdasan Spiritual
Dari penelitian Deacon, menunjukkan bahwa kita membutuhkan perkembangan
otak di bagian frontal lobe supaya kita bisa menggunakan bahasa. Perkembangan
pada bagian ini memungkinkan kita menjadi kreatif, visioner dan fleksibel.
Kecerdasan spiritual ini digunakan pada saat:
a. Kita berhadapan dengan masalah eksistensi seperti pada saat kita
merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran dan masalah masa lalu
kita sebagai akibat penyakit dan kesedihan.
b. Kita sadar bahwa kita mempunyai masalah eksistensi dan membuat kita
mampu menanganinya atau sekurang-kurangnya kita berdamai dengan masalah
tersebut. Kecerdasan spiritual memberi kita suatu rasa yang menyangkut
perjuangan hidup.
SQ adalah inti dari kesadaran kita. Kecerdasan spiritual ini membuat
orang mampu menyadari siapa dirinya dan bagaimana orang memberi makna terhadap
kehidupan kita dan seluruh dunia kita.
Orang membutuhkan perkembangan “kecerdasan spiritual (SQ)” untuk mencapai
perkembangan diri yang lebih utuh.
Mengenali Tanda Kecerdasan Spiritual ( SQ )
Kecerdasan Spiritual manusia
Kecerdasan Spiritual masih belum
banyak dikenal oleh kalangan luas.Setiap orang tua menginginkan agar anak
anaknya menjadi anak yang cerdas dan sehat jasmani dan Rohani. Kecerdasan
kecerdasan yang bisa menunjang dan mendukung keberhasilan dalam kehidupannya
kelak dalam meraih karir selama ini adalah kecerdasan intelektual (IQ) dan
kecerdasan Emotional (EQ) yang populer. Namun masih ada satu unsur kecerdasan
lagi yang sama pentingnya untuk diperhatikan demi terpenuhi kecerdasan anak
yang menyeluruh. Kecerdasan itu adalah kecerdasan Spiritual.
Kecerdasan Spiritual diantara
kecerdasan manusia yang lain
sebelum membahas lebih lanjut ada
dua kecerdasan yang lebih dulu populer.Kecerdasan Intelektual ( IQ ) yang
ditemukan oleh Alfred Binet adalah suatu kecerdasan atau kemampuan seseorang untuk
mempelajari sesuatu dengan menggunakan alat alat berpikir, bisa diukur dari
kekuatan verbal dan logika seseorang. Kecerdasan Emotional ( EQ ) pertama
digagas oleh Daniel Goleman, EQ terdiri dari lima komponen pokok yakni
kesadaran diri,manajemen emosi, motivasi, empati dan mengatur sebuah hubungan
sosial. Terakhir adalah Kecerdasan Spiritual ( SQ ) kecerdasan ini adalah
kecerdasan yang bisa mengambil hikmah dari suatu kejadian atau peristiwa hidup
sehingga ketika sedang mengalami suatu musibah individu yang mempunyai
Spiritual Quoatient tersebut dapat tetap menghadapi dan kemudain bangkit lagi
tanpa harus berlarut dalam kesedihan maupun keterpurukan. Sehingga kecerdasan
tersebut dinilai menjadi unsur kecerdasan tertinggi manusia yang merupakan
paduan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emotional yang perlu diasah
potensinya seperti yang terttulis di buku SQ: Spiritual Intellegence, the
Ultimate Intelligence oleh Danah Zonar,yang menilai bahwa kecerdasan tersebut
erat kaitannya dengan kesadaran seseorang untuk memaknai segala sesuatu dan
merupakan jalan untuk bisa merasakan sebuah kebahagiaan.
Tanda Tanda Orang ber Kecerdasan Spiritual ( SQ )
1. Memiliki Kemampuan bersikap
fleksibel
Orang yang mempunyai Spiritual
Quotient ( SQ ) yang tinggi biasanya mempunyai pengetahuan, ilmu atau wawasan
yang luas sehingga tidak kaku terhasap sesuatu hal, bisa bersikap fleksibel
tanpa harus menjadi munafik, atau terkesan tidak mempunyai pendirian. Fleksibel
disini adalah suatu sikap yang lebih mudah menyesuaikan diri dalam berbagai
macam situasi dan kondisi dan menerima kenyataan dalam hati yang lapang.
2. Memiliki tingkat kesadaran yang
tinggi
Orang yang mempunyai Spiritual
Quotient yang tinggi juga akan terlihat mudah mengendalikan diri dan tidak
mudah mengumbar amarah. Orang yang mempunyai Kecerdasan Spiritual tinggi akan
mudah memahami oranag lain dan tidak mudah putus asa.
3. Memiliki kemampuan menghadapi
penderitaan
Dengan Spiritual Quotient yang
tinggi, seseorang akan mampu menanggung penderitaan dengan lebih baik dibanding
orang lain. Karena orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi akan
percaya adanya hikmah dalam setiap mudah dan semua terjadi atas kehendakNYa,
semua terjadi karena sebuah alasan.
4. Memiliki kemampuan menghadapi
rasa takut
Orang yang mempunyai Spiritual
Quotien yang tinggi mampu menghadapi rasa takutnya dan mengelolanya dengan
baik,karena biasanya orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi
mempunya keyakinan dan sandaran yang kuat dalam Jiwanya.
Sikap yang perlu dikembangkan
untuk kecerdasan spiritual atau
Spiritual Quotient yang tinggi
Banyak hal untuk mengembangkan
Spiritual Quotient yang sudah ada dalam dirinya setiap individu, beberaha hal
antara lain :
membiasakan diri untuk selalu
berpikir positif
memberikan sesuatu yang terbaik
menggali hikmah dalam setiap
kejadian.
Nah semoga dengan mengetahui betapa
pentingnya SQ itu bagi kesejahteraan dan kebahagiaan hidup kita mungkin ga ada
salahnya untuk memulai melakukan kebiasan kebiasan positif yang mendukung
kecerdasaan tersebut tanpa harus
melalaikan pentinga kecerdasaan Intelektual dan kecerdasan Emotioanal karena
Spiritual Quotient adalah paduan yang menyeluruh dan seimbang.
Pengertian
Kecerdasan Spiritual
Spiritual Qoutient; Kata spiritual adalah setiap
perbuatan yang berhubungan dengan hal-hal bathin, rohani, upacara-uparaca
keagamaan dan sejenisnya Spiritual adalah berhubungan dengan atau bersifat
kejiwaan
(rohani, batin)36 nilai-nilai kemanusiaan yang non
materi, seperti; kebenaran, kebaikan, keindahan, kesucian, dan cita. Spiritual
quotient adalah kecerdasan jiwa. Ia adalah kecerdasan yang dapat membantu
manusia menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh. Spiritual quotient
adalah landasan
yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif oleh karena itu SQ adalah kecerdasan manusia yang paling tinggi. Hal
ini secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan kemampuan manusia
mentransendensikan diri: “transendensi merupakan kualitas tertinggi dari
kehidupan spiritual.
Kecerdasan didefinisikan bermacam-macam. Para ahli
termasuk para psikolog, tidak sepakat dalam mendefinisikan apa itu kecerdasan.
Karena memang tidak mudah mendefinisikan kecerdasan. Bukan saja karena definisi
kecerdasan itu berkembang, sejalan dengan perkembangan ilmiah menyangkut studi
kecerdasan dan sains-sains yang berkaitan dengan otak manusia, seperti
neurologi atau neurobiologi atau neurosains. Tetapi juga karena penekanan
definisi kecerdasan tersebut sudah barang tentu akan sangat bergantung :
pertama, pada pandangan dunia, filsafat manusia, dan filsafat ilmu yang
mendasarinya; kedua, bergantung pada teori kecerdasan itu sendiri.
Kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan atau
menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkan menurut
Alfred Binet dan Theodore Simon, kecerdasan terdiri dari tiga komponen, yaitu :
1) kemampuan mengarahkan pikiran dan atau tindakan 2) kemampuan mengubah arah
tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan, dan 3) kemampuan mengkritik
diri sendiri.
Sedangkan menurut Danah Zohar dan Ian Marshall dalam
bukunya menerobos SQ, menegaskan bahwa kecerdasan itu beragam, Spiritual
Quotient dimaksudkan sebagai kecerdasan untuk mengahadapi dan
memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu
kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup seseorang dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan dan jalan
hidup seseorang itu lebih bermakna dibandingkan dengan yang lainnya. SQ adalah
kecerdasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.
Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa kecerdasan
spiritual (SQ) adalah kecerdasan yang berada dibagian diri yang dalam,
berhubungan dengan kearifan, penghayatan ketuhanan, menumbuhkan otak dan watak
manusia menjadi kreatif, luwes, berwawasan luas dan tabah dalam menghadapi
kehidupan, dan SQ merupakan kecerdasan tertinggi.
Dari berbagai hasil penelitian, telah banyak terbukti
bahwa kecerdasan spiritual memiliki peran yang jauh lebih penting dari pada
kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan otak barulah syarat minimal untuk
meraih
keberhasilan dan prestasi puncak. Terbukti banyak
orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, tetapi terpuruk
ditengah persaingan. Sebaliknya banyak yang memiliki kecerdasan intelektual
biasa-biasa saja justru sukses menjadi bintang-bintang kinerja, pemimpin dan
pengusaha. Adapun upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk memperkuat kecerdasan
spiritual, adalah sebagai berikut : pertama, memperkuat dan
memberdayakan pendidikan spiritual-keimanan pada
setiap satuan dan jenjang pendidikan, dengan demikian jiwa keagamaan dan rasa
keimanan peserta didik selalu terpelihara dengan baik. Kedua, menanamkan
kesadaran dalam jiwa peserta didik untuk tidak berpandangan
pragmatis-hedonis-permisif.
Ketiga, menggunakan metode dan pendekatan keagamaan
dalam melaksanakan pembelajaran dan pendidikan. Keempat, menanamkan kesadaran
dalam jiwa peserta didik untuk tidak menganut paham antroposentrisme yang
berdalil bahwa manusia adalah pusat dari segalanya, yang perlu ditanamkan adalah teosentrisme
yang berprinsip bahwa Tuhan adalah pangkal dan pusat dari segalanya. Kelima,
menanamkan kesadaran dalam jiwa peserta didik untuk menjauhkan dan meninggalkan
paham scientism (saintisme) yang berdalil bahwa sains (ilmu pengetahuan) yang
menjadi tolak ukur kebenaran. Keenam, menanamkan kesadaran dalam jiwa peserta
didik dalam rangka menolak paham agnotisme (acuh tak acuh terhadap Tuhan).
Secara historis, sejak awal seluruh aliran psikologi
barat, sebagaimana ditetapkan oleh Freud, bersandar pada dua proses psikologis:
proses primer yang disebut dengan IQ
(berdasarkan “jaringan syaraf assosiatif di otak”) dan proses dengan EQ
(berdasarkan “jaringan syaraf serial di otak”). Perbedaan penting antara SQ dan
EQ tersebut terletak pada daya ubahnya. Berkaitan dengan perkembangan konsep
spiritual dalam psikologi sebagai latar belakang kemunculan kecerdasan
spiritual, menurut Jalaludin Rahmat menunjukkan bahwa sejak tahun 1969, ketika
Jounal of Prepersonal Psychology terbit untuk pertama kalinya , psikologi mulai
mengarahkan perhatiannya pada dimensi spiritual. Sedangkan latar belakang
historis psikologi tranpersonal itu didahului oleh tiga aliran ilmu jiwa
sebelumnya yakni, behaviorisme, psikoanalisis dan humanistik. Behaviorisme
dimulai dari Pavlop pada akhir abad ke 19. Behaviorisme adalah aliran ilmu jiwa
yang tidak peduli terhadap jiwa, yang memandang psikologis bukan sebagai
gangguan kejiwaan melainkan sebagai perilaku yang menyimpang (maladaptive
behavior) akibat pelaziman (conditioning) yang terus menerus. Ia merupakan ilmu
jiwa yang mendefinisikan perilaku maladaptif sebagai reaksi yang tidak
dikehendaki akibat proses belajar keliru atau stres yang berlebihan. Gangguan
kejiwaan diyakini tidak berhubungan dengan jiwa, oleh karena itu yang perlu
dilakukan adalah pelaziman baru, yaitu kontra pelaziman (counterconditioning).
Psikoanalisis, adalah aliran ilmu jiwa yang mencari
sebab-sebab perilaku manusia pada dinamika yang terjadi jauh didalam diri
manusia sendiri-pada alam tak sadarnya. Menurut Freud, semua perilaku manusia
baik yang tampak atau yang sembunyi disebabkan oleh peristiwa mental
sebelumnya. Peristiwa mental tersebut ada yang disadari dan juga ada yang tidak
disadari tetapi muda diakses, dan mental yang paling akhirlah yang banyak
menarik perhatian. Psikologi humanistik, aliran ini muncul pada pertengahan
abad ke 20 sebagai reaksi atas behaviorisme dan psikoanalisis. Menurut
pandangan ini, behaviorisme dan psikoanalisis telah mereduksi manusia sebagai
mesin atau makhluk yang rendah. Manurut aliran humanistik untuk memahami diri
dan kesehatan, manusia harus memahami ketiganya. Yaitu dimensi spiritual, fisik
dan psikologis.
Penelitian tentang dimensi spiritual manusia dimulai
sejak tahun 1969, penelitian tersebut dilakukan untuk memahami gejala-gejala
ruhaniyah, kesadaran kosmis, aktuaisasi transpersonal, pengalaman spiritual dan
akhirnya kesadaran spiritual. Dalam kerangka inilah Zohar mendefinisikan
kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita
yangberhubungan dengan kearifan diluar ego atau jiwa sadar.